Kamis, 07 Mei 2009

Rubah Proyektor Pikiran, Supaya Proyeksi Jiwa Sehat


Rubah Proyektor Pikiran,
Supaya Proyeksi Jiwa Sehat


Sering kali tanpa sadar, kita berbuat hal yang merupakan proyeksi dari yang ada di pikiran sendiri, maka tidak heran kita akan menganggap orang lain berkelakuan buruk padahal kita sendiri yang tidak mampu melihat kekurangan diri, kita melihat orang lain lebih bodoh, padahal kita sendiri yang kurang pengetahuan.


Pepatah mengatakan “kuman di seberang lautan tanpak, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan” kesalahan. Keburukan, kebodohan orang lain menjadi hal yang sangat besar dimata kita, padahal keburukan, kesalahan dan kebodohan kita sendiri ternyata lebih besar dari apa yang kita tuduhkan pada orang lain.


Kenapa pula kita mampu berpikir orang lain lebih negatif daripada kita sendiri, para ahli jiwa meneliti dan mendapat kesimpulan, bahwa dalam pribadi seseorang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan mendasar, diantaranya adalah dorongan ingin berkuasa untuk pembentukan sebuah harga diri seseorang.


Jika dorongan ambisi ingin berkuasa dalam bentuk apapun selalu tertekan atau terpendam, maka jiwa akan berkompromi untuk membentuk suatu cara sebagai kompensasinya, yaitu berexpresi untuk menutup kekurangan diri sendiri, sering melancar manipulasi emosi orang disekelilingnya.


Disinilah kita mendapat kenyataan, banyak orang yang mempunyai kebiasaan mencemooh kekurangan orang lain, menepuk dada seolah dirinyalah yang paling hebat, padahal itu bentuk kekurangan yang diproyeksikan keluar.


Bagi orang yang selalu berfikir negatif dan tidak bisa berfikir realistis atau berakal sehat, maka perasaan rendah diri yang sudah terbentuk akan semakin berat menekan harga dirinya.


jika perasaan rendah diri ini terus menerus tidak mendapat saluran, akan menimbulkan rasa jengkel, baik pada diri sendiri atau pada orang lain dan lahirlah sikap iri hati, dengki, dan yang paling berbahaya suka menjadi orang yang sombong untuk menutupi kekurangannya dia bisa bertindak sok tahu, sok berani, sok ngatur, sok ngebos, sok jagoan dan sebagainya. Sehingga menimbulkan juga kebencian dari lingkungannya sendiri, karena bisanya orang yang dihinggapi perasaan rendah diri sering menjengkelkan bagi lingkungannya sendiri baik keluarga, teman, atau masyarakat pada umumnya.


Rubah proyektor yang ada dipikiran

Pepatah berkata “buruk muka, cermin dibelah”, makna yang terkandung adalah, kita sering lupa pada keadaan sendiri, tapi senang menyalahkan orang lain.


Kreativitas pikiran yang tertekan, bisa berakibatkan memunculkan sikap agresif. Manusia dari alamnya bersifat kreatif, maka jika kreatifnya di tekan dengan ego yang kuat, energi yang keluar akan mencari jalan yang destruktif, dimana ‘inherent power’ yaitu kekuatan dari manusia itu bisa memberikan proyeksi keadaan dirinya sendiri.


Hati-hati dengan unsur kreativitas di pikiran kita, sering kali kita terkurung dalam alam pikiran sendiri, seolah menciptakan naskah skenario versi diri sendiri, dan terproyeksi keluar menjadi sikap-sikap agresif.


Sikap agresif sangat bagus jika dalam konteks positif, tetapi sangat merugikan diri sendiri jika dilaksanakan dalam konteks negatif, sikap menyerang, mencaci dan mencemooh akan membalik jadi bumerang untuk citra diri sendiri.


Sangat penting untuk merubah kerja proyektor dalam diri kita, supaya proyeksi yang keluar mendukung untuk membangun citra diri agar positif, maka jangan bandingkan dengan apa yang orang lain sudah perbuat atau alami, silahkan tiru hal positif yang dia buat, tetapi jaga pikiran kita untuk tidak masuk dalam pikiran yang membanding-bandingkan, dimana jika kedapatan kita selalu kalah bersaing dalam bangunan citra diri dengannya, hal ini hanya akan menimbulkan cemoohan pada batin sendiri.


Jika ditekan sedemikian rupa, proyeksi yang keluar adalah apa yang menjadi kekurangan atau kebodohan kita. Disinilah penting sekali kita mengukur segalanya menurut tongkat yang realistis.


Sebelumnya buat tujuan yang bisa terjangkau, tujuan yang tidak realistis biasanya hanya menimbulkan kemarahan pada diri sendiri. Kita harus ‘tau diri’ untuk mau bercermin pada apa yang kita punya, yang kita alami, bukan berusaha menjadi orang dalam hayalan. Jika kita memang tidak mampu bersaing dengan orang yang membuat kita jengkel, karena dia memang lebih menarik, lebih pintar, lebih ramah, sementara kita selalu bersikap arogan, senang mencemooh maka kita harus sadar untuk menerima kenyataan yang ada pada diri sendiri.


Komunikasi itu ‘kendaraan’ untuk bisa kerjasama. Dalam masyarakat proses pelajaran berarah belajar berkomunikasi, untuk sukses kita harus merubah proyektor dalam diri sendiri yaitu, respek dengan diri sendiri dan kepada yang lain berarti, 1) Respek dengan lingkungan, 2) Respek dengan privacy pribadi orang lain, kebutuhan mereka pribadi dengan ruang fisik dan milik, 3) respek dengan berbagai pandangan, filsafat, kepercayaan orang, sekte, gaya hidup, etnik dan budaya, keyakinan dan kepribadian. 4) Resep dari kemungkinan dari fisik (seperti cacat) Tidak adanya respek, maka yang terjadi interaksi menuju ke konflik dan permusuhan.


Jika kita tidak mau merubah proyektor yang sudah berjalan dengan salah, maka jangan bingung jika proyeksi jiwa kita tidak pernah ‘sehat’, karena kita hidup dalam alam hayalan. Ilusi tentang seseorang yang tidak bisa menjadi dirinya sendiri, kesan ‘menggila’ akan keluar dan terlihat oleh umum, tentu saja jika hal ini terjadi, citra diri kita hancur dengan ulah sendiri.


Merubah mesin proyektor yang menghasilkan proykesi diri, perlu sikap fleksibilitas berarti mempunyai kekuatan untuk menyesuaikan perubahan situasi dan menerimanya, dan juga menerima pendapat, tentang diri sendiri. Berubah termasuk didalamnya, dan cara lain mengenal diri sendiri, kekuatan dan kelemahan kita. Dari kekuatan yang kita punya jalankan untuk menolong kelemahan kita, dan belajar mengaku kelemahan dan bersiap dengan akibatnya. Itu cara belajar untuk menjadi jiwa fleksibel.



ditulis oleh :

Lianny Hendranata untuk "Suara Pembaruan Minggu"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar