Sabtu, 09 Mei 2009

Manusia Adalah Sahabat Sesamanya


Manusia Adalah Sahabat Sesamanya


Sedih melihat tayangan media elektronik ataupun media cetak, di mana banyak sesama manusia saling melancarkan kebencian, melancarkan kemarahan. Bahkan saling membunuh, baik dilakukan perorangan, seperti saat ini, banyak ditemukan korban mutilasi, manusia mengakhiri hidup sesamanya, dan dengan bengis memotong-motong tubuhnya. Saat ini seolah sesama manusia sudah kehilangan cinta kasihnya.


Begitu juga kelompok dalam skala besar seperti perang satu negara melawan negara lain, satu bangsa melawan bangsa lain, bahkan antarsuku, antaragama, seolah semua nafsu membenci tidak pernah surut, siapa yang dianggap tidak menyenangkan, siapa yang berbeda pandangan, dan siapa yang dianggap lawan, maka pantas 'dihabisi'



Apakah sekarang sudah pudar artii / pemahaman dari kalimat homo homini socius yang diterjemahkan, sebagai "manusia adalah sahabat sesamanya", Jika semua manusia di muka bumi ini bisa menjalankan asas demikian, mungkin perang dan ajang saling bunuh, bermusuhan, dan saling benci sudah tidak ada lagi.


Penulis terkenang dengan makna manusia adalah sahabat sesamanya ini bisa terjadi justru pada tahun sekitar delapan puluhan, di mana kami hidup dalam kompleks perumahan baru yang jauh dari pusat keramaian kota. Fasilitas di sana tidak ada saluran telepon, saluran air PAM juga belum ada.


Transportasi umum yang sulit didapat. Nah pada saat hidup berkelompok seperti inilah, kami merasakan "tetanggamu adalah saudaramu" kami hidup saling mengasihi, setiap hari ada saja tetangga yang bergantian mengirimkan kue buatannya atau sayur yang sengaja dimasak dengan porsi banyak karena ingin tetangganya ikut mencicipi pula. Kunci rumah pun dititipkan pada tetangga, jika kita bepergian, seolah rumahku adalah rumahmu juga, silakan saling menjaga dan saling merawat.


Itulah saat-saat indahnya hidup dengan cinta kasih murni, tanpa paksaan dan tanpa kecemburuan, jika ada satu atau dua tetangga yang berkarakter 'buruk' mempunyai sifat iri dan pemarah, karena jumlahnya sangat sedikit dibanding yang toleran, maka jumlah minoritas ini segera lenyap, dirangkul untuk menjadi pihak mayoritas yang saling mengasihi. kita tidak lagi banyak berprasangka buruk kepada sesama, karena pada dasarnya manusia itu diciptakan baik adanya, menurut apa yang Allah kehendaki.


Hal di muka bisa terjadi di Indonesia, entah di negara maju yang fasilitas hidup individual sengaja diciptakan! Disebabkan keterbatasan fasilitas, seperti kesulitan komunikasi jarak jauh, karena telepon belum ada, membuat kami sangat menjunjung arti persahabatan, di mana kami menganggap tetangga kami, merupakan saudara yang bisa diandalkan untuk membantu, bayangkan jika ada anak sakit parah, di mana saudara kandung atau kerabat lain tinggal sangat jauh, maka pintu tetanggalah yang kita ketuk untuk minta bantuan.


Sekarang, zaman sudah berubah..! Telepon ada di setiap rumah, bahkan telepon seluler dipegang setiap individu, maka peran tetangga hanya sebatas sebagai orang yang hidup berdekatan dengan kita. Kadang, kita dibuat terheran-heran jika suatu hari banyak mobil berdatangan ke rumah sebelah, ternyata tetangga kita sedang syukuran, pesta dengan teman, saudara atau kolega yang tinggalnya sangat berjauhan.


Sedangkan, kita yang hidup di sebelah rumahnya, tidak mendapat kabar apa pun, itulah efek dari kemajuan kemudahan yang ada, telepon ada, jadi tidak perlu lagi ketuk rumah tetangga untuk mohon bantuan meminjam mobil untuk membawa anak sakit di tengah malam.


Saluran PAM ada di setiap rumah, maka tidak perlu lagi menyambung selang untuk meminta air ketika sumur di rumah kita rusak atau airnya kering. Dengan keadaan ini, kita jadi tidak merasa perlu lagi, bersahabat dengan tetangga, bahkan begitu acuhnya kita, sampai nama tetangga sendiri juga tidak tahu, apalagi kondisinya.


Tidak bisa dimungkiri, kita merasa semakin hari semakin jauh memupuk cinta kasih kepada sesama, jangankan yang hidup berjauhan, dan tidak ada kepentingan dengan hidup kita, bahkan yang berdekatan rumah pun, kita sudah kehilangan kemauan untuk hidup sebagai 'sahabat' sesamanya. Di sinilah kekejaman hati, sifat acuh terhadap penderitaan orang malah semakin terpupuk. Kita kehilangan makna dari "manusia adalah sahabat sesamanya", maka tidak heran, generasi muda lebih bengis, lebih arogan dan hilang rasa kemanusiaannya.


Teman Dunia Maya

Seiring dengan kemajuan zaman, manusia tetap hidup sebagaimana kodratnya, yaitu sebagai makhluk sosial yang punya keinginan hidup berkelompok, bersosialisasi dalam kelompok-kelompok. Jika dulu karena keterbatasan alat komunikasi maka kelompok terbentuk dari kedekatan tempat tinggal, tetapi sekarang dengan adanya internet dan sambungan telepon jarak jauh, maka suara di belahan bumi lain pun terasa dekat, surat elektronik sampai hanya dalam hitungan detik.


Dengan kemajuan teknologi, maka terbentuklah kelompok-kelompok dunia maya, di mana peran pertemanan sudah bergeser jauh, kita mungkin tidak tahu tetangga sebelah rumah kita dalam kondisi sakit. Tetapi, kita sangat tahu dengan cepat ada teman di dunia maya kita sedang kemalangan, situs-situs pertemanan dunia maya menjadi marak dengan segala bentuk dan toleransinya.


Begitu mewabahnya kelompok pertemanan dalam bentuk dunia maya, sampai tak bisa dielakkan lagi, cara /model/gaya kita bersosialisasi di dunia nyata akan tercermin dengan jelas pada sikap kita dalam berinteraksi di dunia maya ini, yang dengan mudah dimasuki oleh siapa saja yang berminat, syarat mudah saja, pasang nama palsu dan identitas palsu, maka dengan mudah sudah bisa jadi anggota sebuah kelompok dunia maya.



Di dunia maya ini dengan indentitas palsu, orang bisa berbuat apa saja, kita malah lebih jujur bertingkah sesuai karakter, karena tidak takut dihajar secara fisik jika kita mencaci orang, kita pun bebas berkoar tanpa harus menyatakan indentitas asli kita, wah bisa suka-suka.! mulai dari mencemooh orang, mencaci maki, atau beramah tamah, bertukar cerita dan wawasan. Kita akan mujur jika masuk dalam kelompok dunia maya bertemu dengan sesama yang 'baik', tapi kita akan sial jika bertemu orang yang menggunakan dunia maya ini, sebagai pelampiasan frustrasinya karena di dunia nyata, dia sudah kehilangan kelompoknya, kehilangan 'cinta kasih' lingkungan.


Di dunia maya, orang yang masih memiliki cinta kasih kepada sesamanya, dan memaknai "manusia adalah sahabat sesamanya", maka walaupun bertahun-tahun belum pernah satu kali pun bertemu muka secara fisik, akan berelasi dengan harmonis, dan terhadap jiwa 'terluka' yang nyasar, dilakukan perangkulan, agar dia bisa bersatu dalam kelompok berteman dalam dunia yang tidak nyata ini, sayangnya yang kita dapat darinya sering kali justru sikap penolakan, dendam, kebencian, iri hati, kesombongan, amarah, dan sebagainya.


Pada dasarnya, semua manusia baik adanya, hanya yang memperlihatkan keburukan sikapnya dalam kelompok berteman, adalah ketidakmampuan jiwanya memberikan cinta kasih pada sesamanya, karena justru dialah yang membutuhkan cinta kasih kita, membutuhkan empati kita, kesabaran, dan keberanian kita untuk mendengarkan luka-luka terdalam yang memasung jiwanya, siapa yang memanfaatkan dan siapa yang peduli dengan jiwa 'terluka' yang nyasar masuk dalam kelompok sosial di dunia maya ini, maka akan terlihat dari cara seseorang merespek setiap ulahnya.


Sahabat, adalah salah satu faktor besar yang turut membentuk karakter dan pola pikir seseorang, terutama bagi anak-anak yang dapat dikatakan masih dalam kategori pertumbuhan. Kehati-hatian dalam memilih sahabat dekat merupakan hal penting dalam kehidupan. Karena, sahabat dekat kita adalah cermin dari diri kita sendiri, begitu pula sebaliknya. Bila sahabat dekat kita buruk, maka seperti itu pulalah kita. Dan jika sahabat kita baik, maka baik pulalah kita. Maka, jika kita hendak mengetahui "Bagaimana sih diri kita?", salah satu cara yang dapat kita lakukan adalah dengan memerhatikan bagaimana sahabat dekat kita. Jika kita menemukan beberapa kejelekan atau kebaikan, maka kemungkinan besar seperti itu pulalah kita. (M. Abdullah)


Jika dalam kelompok berteman, kita banyak dibenci dan tidak ada yang menyukai, maka tengok kembali siapa saja yang akrab dengan kelompok kita, dan lihat dengan jernih kenapa bisa terjadi kelompok di dalam kelompok dunia pertemanan ini.? Memang benar kita tetap harus menjadi diri kita sendiri, tidak perlu kita menjaga image, untuk menyenangkan kelompok yang dimasuki, dengan bersikap pura-pura agar disenangi.


Tidaklah terlambat jika kita memulai lagi, hidup dengan memaknai bahwa sesama adalah sahabat kita dalam dunia ini, bukan orang yang kita manfaatkan untuk ego kita, bukan orang yang kita benci karena berbeda paham, dan berbeda gaya hidup.


ditulis : Lianny Hendranata untuk "Suara Pembaruan" edisi 25 Januari '09

http://www.suarapembaruan.com/News/2009/01/25/Psikolog/psi01.html

salam persahabatan pada semua yang mau bersahabat,
L.H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar