Rabu, 26 Agustus 2009

Ketulusan

Ketulusan, sebuah aktivitas jiwa yang tidak bisa dipaksakan

terbit di Suara Pembaruan 23 Agustus 2009

http://www.suarapembaruan.com/News/2009/08/23/Psikolog/psi02.htm



“Tak ada Cinta yang mampu menyakiti hati. Tak ada rasa sayang yang mampu melukai jiwa. Ketika ia lahir dan tumbuh di atas sebuah ketulusan" (Taufan. H )


Perbuatan 'Memberi' tidak selalu berarti 'mengurangi', Kebahagiaan yang sebenarnya adalah saat kita membagi kebahagiaan itu sendiri pada orang lain, percayalah kebahagiaan itu muncul pada jiwa, ketika kita membaginya dengan tulus.! ada hal yang tidak bsia dijelaskan, dan ada hal yang tidak bisa dilihat dengan mata fisik, yaitu ketulusan dalam memberi, dan Ketulusan adalah ativitas jiwa yang tidak bisa dipaksakan oleh orang lain, juga oleh diri sendiri.


Sebuah ketulusan murni keluar sebagai aktivitas dari jiwa seseorang, tidak mungkin orang yang tidak tulus dalam berbuat, bisa merasakan sebuah ketulusan dalam perbuatannya dan berbuat seolah-olah, dia tulus dalam berbuat.! jiwa kita tidak akan mampu berbohong. Kita sendiri merasakan apakah kita tulus atau tidak dalam memberi atau berbuat.? Yang paling banyak terjadi kita membohongi diri sendiri dalam hal ini, kita memberi pengertian pada jiwa kita bahwa kita tulus, tapi pikiran kita terus berkata 'saya tidak rela' inilah konflik jiwa yang rumit dan meminta tanggung jawab terus menerus, kenapa kita tidak tulus dalam memberi atau berbuat, tetapi kenapa kita berbuat atau memberi..? ini pertanyaaan jiwa kita yang terus berkumandang dalam sanubari.


Zaman sekarang banyak orang menghitung perbuatan jiwanya dengan Rupiah, Dollar atau Euro, seakan ketulusan jiwa hanya dihitung berdasar untung rugi.! seolah warna hidup hanya hitam dan putih, padahal warna hidup ada yang lain, selain hitam dan putih, dan warna lain itulah kebahagiaan kita dalam berbuat, yaitu ketulusan.! Sebagai conoh jika kita tulus mencintai seseorang, pada saat orang tersebut berubah tidak lagi 'baik' pada kita, maka ketulusan dalam mencintai mampu meredam rasa marah, mampu memaklumi kenapa dia berubah. Tidak mungkin dalam mencintai seseorang kita berhitung untung rugi, jika tidak ada ketulusan didalamnya, orang yang menghitung 'untung rugi' dalam mencintai seseorang, maka hidupnya hanya berkutat dengan perasaan 'hukum dagang' ada perbuatan ada imbalan.! tidak ada imbalan, maka tidak ada perbuatan.


Sebuah perenungan yang dalam terkandung dalam kalimat Taufan ini, “Dengan sebuah ketulusan, rasakan kepedihan sebagai kepedihan, kesunyian sebagai kesunyian. Maka, kebahagiaan akan terasa sebagai kebahagiaan. (Taufan.H)


Kebahagiaan dalam ketulusan

Kita merasa bahagia, ketika melihat teman seperjalanan yang tidak kita kenal, dia tersenyum bahagia, ketika kita menawarkan berbagi tempat duduk di bis yang penuh sesak, kita akan merasakan bahagia yang luar biasa ketika melihat orang yang begitu terburu-buru, tersenyum berterima kasih kalla kita berikan antrian untuknya terlebih dulu melewati diri kita sendiri. Jika ada ketulusan memberi, maka jiwa kita tidak merasa dirugikan.


Coba kita ingat lagi, kenapa kita memejamkan mata ketika kita berciuman, dan kenapa kita memejamkan mata ketika kita tidur, dan kita juga akan memejamkan mata ketika diminta membayangkan sesuatu.! karena semua hal yang membuat jiwa kita terpanggil akan melihat dengan mata hati bukan mata fisik, keindahan jiwa seseorang tidak terlihat hanya memandang fisiknya saja, mulut boleh berkata 'baik' tapi hati..?, bibir boleh tersenyum, tapi jiwa menangis..!. Penampilan fisik sering mengelabui jiwa kita sendiri, jujur pada jiwa kita adalah hal yang tersulit dilakukan, melebihi jujur pada orang lain.


Di dunia ini semua tercipta secara berpasangan, ada siang ada malam dan ada mahluk perempuan yang digambarkan dengan feminitas dan juga ada lelaki yang digambarkan dengan maskulinitas, Ada keseimbangan antara feminitas dan maskulinitas. Ciri feminitas adalah misteri, cinta, tanggungjawab, pertumbuhan, universalitas, kesetaraan. Sedangkan ciri maskulin adalah tatanan, hirarki, kelas, hukum, aturan, kebenaran[i]. Keduanya bertemu untuk menghasilkan keseimbangan.

Yang membedakan antara manusia dengan binatang adalah sikap 'berpengharapan', manusia dilengkapi sikap berharap perubahan atas jalan hidupnya. sedangkan binatang tidak dibekali pengharapan, binatang hanya menjalani jalan hidupnya. mereka pasrah dengan semua yang mereka temui dan dapatkan dalam hidup ini. sebagai contoh tidak ada anjing peliharaan mampu membuat perubahan atas nasib hidupnya, dia hanya menerima dan menerima tanpa mempu membuat perubahan itu sendiri untuk hidupnya.

Baik untuk kita ambil contoh kehidupan dalam koloni semut, binatang kecil ini, contoh sempurna suatu hidup berkelompok dengan ketulusan. Semut mampu membuat jembatan dari diri mereka, untuk semut lain agar bisa berjalan diatasnya, mengangkut makanan kegudang mereka. Semut tidak ribut-ribut, beraksi untuk menunjuk siapa yang harus jadi jembatan, atau siapa yang berjalan diatas menginjak mereka yang jadi jembatan. Bagi kelompok semut, bekerja dengan tujuan, motivasinya adalah memenuhi gudang makanan mereka, sebagai persediaan untuk keberlangsungan kehidupan kelompok. Mereka mengutamakan ‘mendahulukan' untuk 'memberi’ untuk kepentingan bersama dalam hidup ini.

Perbedaan dalam berelasi dan interaksi hidup antara binatang (contohnya semut ) dengan manusia yaitu, dimana manusia dipenuhi sikap arogansi, banyak yang merasa diri lebih terhormat, lebih pandai, lebih baik, lebih suci, maka orang-orang yang punya sikap merasa diri ‘lebih’ dari orang kebanyakan, selalu minta lebih diperhatikan, minta lebih dihormati dan butuh dispensasi untuk segala kepentingannya. Hal ini pun bisa terjadi dalam rumah tangga, dimana sang suami atau isteri bersikap demikian (merasa diri ‘lebih’) maka terlontar sikap, "karena aku ‘lebih’ dari kamu, maka seharusnya kamu berbuat ini atau itu terhadapku".

Hidup dengan orang yang selalu merasa dirinya 'lebih' tentu akan selalu mengurangi yang kita punya, pastikan diri anda untuk tetap percaya diri, jangan terlena apalagi tenggelam dalam cemoohannya yag merasa dirinya 'lebih', karena 'lebih' bukan saja dalam pengakuan postif, tapi ada 'negatif' yaitu 'lebih tidak tahu diri', 'lebih tidak bisa mnegukur diri'. Selamat melakukan apapun dengan tulus, karena kebahagiaan tidak bisa dibeli. "Abaikan yang tidak berguna, fokus pada yang berguna saja, agar hidup tidak terkuras untuk sesuatu yang sia-sia" (Ermalen Dewita)

Salam tulus dari untuk semua pembaca,

L.H




Jumat, 07 Agustus 2009

Daya Kreatif jiwa tak terbatas

Daya Kreatif Jiwa Tak Terbatas

Penulis: Lianny Hendranata
diterbitkan Suara Pembaruan edisi 28 Juni 2009
http://www.suarapembaruan.com/News/2009/06/28/Psikolog/psi02.htm



Kelahiran dan kematian merupakan titik pemisah yang membedakan satu masa kehidupan. Seandainya kita mengumpamakan hidup ini seperti seorang pilot yang sedang mengemudikan pesawatnya, ketika cuaca dalam keadaan baik-baik saja, kita mungkin bisa santai dan menyetel program autopilot, sehingga pesawat akan terbang dengan aman dan terprogram.

Tetapi, apa yang terjadi jika tiba-tiba kita dihadapkan pada cuaca buruk? Mungkin sebagai pilot, kita akan langsung memegang kendali kemudi dan berusaha mengontak menara pengawas, meminta bantuan untuk mengendalikan serta mengikuti panduan dari menara pengawas tersebut untuk bisa mendarat dengan selamat.


Pernahkah Anda melihat atau mendengar berita, sebuah pohon besar yang berdiri kuat dan kokoh dengan akar-akarnya yang menancap kuat dalam tanah, tetapi tidak bisa menahan dalam terpaan angin badai, sehingga tumbang sampai akarnya tercerabut ke atas tanah. Mengapa bisa terjadi demikian? Sebab, dengan kekokohannya berdiri, dia tidak mampu mengikuti gerak angin badai dan akhirnya harus menerima kekalahan, adu kuat dalam fenomena alam yang terjadi.


Bagaimana dengan rumput di sekitar pohon 'kuat' tersebut? Ternyata, mereka mampu bertahan dan tetap berdiri dengan akar dalam tanah! Mereka bisa bertahan dengan tangkainya yang lemah gemulai sehingga mampu mengikuti gerak angin dan berhasil hidup pada musim badai yang keras.


Demikian juga hidup! Ketika kita mengeraskan hati dan berdiri tegak dengan ego yang kuat, maka ketika musim badai menerpa, tumbanglah kita! Hidup ternyata harus mampu dilalui dengan keluwesan, yaitu sikap mampu beradaptasi dengan keadaan dan hal ini bukan diartikan kelemahan atau kepasrahan.


Perubahan Selalu Berjalan

Tiap hari adalah hari yang baru, dan tiap menit pun adalah menit yang baru pula yang akan membawa peluang baru bagi kehidupan. Jika tidak mau memperbaharui diri, kita akan terhenti dan 'macet' menjadikan mental serta fisik kita usang.


Perubahan terjadi setiap saat dalam perjumpaan dengan orang lain atau dalam setiap pikiran tentang diri sendiri, kita memiliki suatu pilihan. Entah untuk menghakimi atau coba untuk mengerti terhadap apa yang sedang dihadapi, yang harus dijalani, dan yang akan direncanakan, serta apa yang harus diubah?


Bayangkan, bagaimana jadinya jika kulit tidak memperbaharui diri?. Terutama kulit wajah, pasti akan terlihat kusam dan kering. Akibat itulah, maka para ahli kulit dan produsen kosmetik memproduksi scrub (pembersih kulit dengan butiran-butiran halus untuk mengangkat kulit yang sudah mati) dan berharap memperoleh kulit yang baru dan halus, maka kita harus membuang lapisan kulit mati, kita perlu sesuatu yaitu butiran scrub yang biasanya terasa kasar dikulit, begitu juga dalam kehidupan, ada kalanya kita merasakan butiran-butiran kasar, yang harus kita rasakan untuk mendapatkan suatu perbaikan menuju hidup lebih damai sejahtera.


Contoh lain adalah jika kita berdiam didalam ruangan yang tertutup dan tidak ada pergantian udara, bisa dipastikan akan terasa pengap dan menjemukan, karena kita menghirup udara basi. Master Hua Ching Ni dalam bukunya The Power Natural Healing mengungkapkan,"Penyembuhan merupakan pembaruan emosional dan fisik, bahkan termasuk di dalamnya membuka jendela untuk memperoleh udara yang segar". Jendela yang dimaksud, kita bersedia membuka diri, memberi kesempatan untuk menambah wawasan dan pengetahuan baru, termasuk memberi kesempatan pada kenalan baru untuk membuat rencana baru.


Kita hidup di dunia fana, di mana segala sesuatu tidak ada yang abadi, kita pun tidak tahu apa yang akan terjadi pada hidup kita selanjutnya, seperti orang bijak berkata bahwa dunia ini selalu berputar, sebentar kita ada di atas, selanjutnya kita ada di bawah. Jangan sombong pada waktu kita berada di atas, Jangan putus asa pada waktu kita berada di bawah.


Saya dapat satu perumpamaan yang bagus saat mendengar sebuah bincang-bincang dari Bapak I Gede Prama demikian bunyinya: 'Sesuatu mengolok-olok batang seruling dengan mengatakan': "Wah sekarang Anda sudah menjadi barang berharga yang disimpan orang di tempat yang mulia, padahal tadinya Anda hanya sebatang bambu di tepi kali".


Maka seruling menjawab: "Tahukah kamu untuk menjadi seruling yang indah dan mendapatkan tempat yang mulia, saya harus melalui jalan yang sangat menyakitkan. Karena saya harus dibersihkan, harus dihaluskan, bahkan harus dilubangi supaya saya bisa mengeluarkan melodi yang merdu harmonis".


Dari perumpamaan tersebut, kita menarik hikmahnya bahwa hidup kita pun kurang lebih sama. Banyak orang yang senang mengolok-olok sukses yang diperoleh orang lain, tanpa mau mengetahui betapa menyakitkan, juga harus ditempuh dengan kerja keras untuk berjalan di kehidupan ini, untuk sampai pada apa yang dimaksud kesuksesan tersebut.


Optimalkan Kreativitas

Seumpama badai menerpa karier kita, dalam bentuk keterbatasan pendidikan, maka daya kreativitas jiwa kita optimalkan, yang dapat menghasilkan ide-ide inovatif yang terjadi bagai rumput yang mampu beradaptasi dengan gerakan angin tersebut, dan rumput tersebut akan berdiri sebagai pemenang. Pikiran sangat besar pengaruhnya pada seseorang, jika kita mampu mengendalikannya untuk selalu berpikir positif, jalan ke arah itu yang terjadi, demikian juga sebaliknya.


Eugene Raudsepp, konsultan dari Amerika mengatakan, salah satu gangguan untuk sukses, di mana kita sering merasa 'salah waktu' untuk sukses. Sepertinya kita ragu dengan kesuksesan yang kita raih, jadi kita sendiri yang meragukan diri sendiri.


Daya kreatif jiwa tak ternilai besarnya, tinggal bagaimana kita mau mengarahkannya, apa kita akan menjadi budak keputusasaan, atau sebagai pemenang dengan sikap optimistis yang akan membawa kita ke perubahan yang positif. Tentu saja semua berpulang kepada diri kita sendiri.


Pengalaman itu mahal harganya, jangan tunggu dapat pengalaman pahit untuk merasakan kemanisan, tetapi raihlah kemanisan kesuksesan dengan kreativitas jiwa kita yang tak terbatas. Ciptakan kesempatan-kesempatan, dan raihlah peluang-peluang yang bermunculan, kita akan menikmati hari ini dengan rasa bersyukur, dan menatap hari esok dengan penuh harapan.

salam bahagia untuk semua mahluk hidup di dunia fana ini.