Rabu, 13 Mei 2009

Mama, maafkan diriku membuatmu malu

Mama,
maafkan diriku, sudah membuatmu malu

Pada tahun 1938, di Bandung ditetapkan bahwa tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu. Tertanggal 16 Desember 1959 dikukuhkan tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu yang merupakan Hari Nasional yang bukan hari libur, hal ini berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959.


IBU.. IBU.. IBU.. semua orang tak terkecuali raja ataupun rakyat biasa, bisa tumbuh dari asalnya sebuah embrio menjadi janin melalui kandungan dalam rahim seorang perempuan, dan terlahir sebagai seorang manusia dari seorang ibu.! Tidak ada seorangpun didunia ini bisa memilih siapa yang akan menjadi ibunya, ketika dia datang kedunia ini, tetapi seorang Ibu bisa menetapkan dirinya menjadi ibu yang “bagaimana” dimata anaknya.


“Dipundakmulah hai pemuda nasib bangsamu..!,

Tetapi ditanganmulah ibu.! Nasib manusia dimasa mendatang.!”

Dibawah ini sepenggal cerita pengalaman saya, pada tahun 2006 dan 2007 lalu, ketika bersama rombongan mengisi acara yang diadakan ibu Walikota Manado, selaku ketua Dharma Wanita, dan ketika itu secara tidak sengaja saya bertemu dan jatuh Cinta pada anak-anak yang berada dipanti Asuhan NAZARET di kota Tomohon – Sulawesi.


Kenangan pada pertemuan pertama

Gila..! bosen dan geram deh, nunggu keberangkatan yang tidak bisa dipastikan kapannya, siapa yang bisa protes, kalau penundaan keberangkatan pesawat karena faktor cuaca.? , banyak orang yang protes di counter, yang dijawab petugasnya dengan ketus : “Pak, koq marah2 gitu sih, memang mau nyebur kelaut ya..? cuaca dinyatakan tidak layak terbang, koq masih ngenyel” (ternyata hal ini ada benarnya untuk bersabar dan mengerti keadaan cuaca, karena saat itu banyak terjadi kecelakaan pesawat, dan yang paling tragis selang 1 minggu kemudian, kita mendapat kabar pesawat Adam air tujuan Manado, nyebur kelaut dan tak pernah diketemukan lagi)



Setelah menunggu dengan tidak sabar, di bandara yang penuh sesak karena masa liburan natal dan akhir tahun, akhirnya rombongan kami berangkat juga jam 23.15 malam, padahal tercantum di tiket, waktu keberangkatan jam 19.30 malam. Ketua rombongan memberitau kami untuk tidur nyenyak saja selama pesawat terbang, jangan buang waktu untuk ngobrol, karena kita akan tiba di kota Manado jam 3 subuh waktu setempat, dan harus meneruskan perjalanan dengan kendaraan darat kurang lebih 1 jam menuju kota Tomohon, tempat acara pertama dilaksanakan selama roadshow kami berlangsung di pulau Sulawesi ini, di kota ini acara diselenggarakan mulai jam 9 pagi waktu setempat. Berdasarkan hal ini ketua panitia memohon rombongan menyimpan tenaga baik-baik.


Dengan ngantuk berat, singkat cerita kami sampai di kota Tomohon, yang dalam suasana malam, kami tidak bisa banyak melihat kesekeliling, yang kami tau, perjalanan kesini, melalui pemandangan pegunungan yang mirip dengan puncak, dan dinginnya kota ini mirip dengan kota Cipanas di Jawa barat.



Kami disambut oleh pendeta Febri, ketua Panti Asuhan tempat kami datang, Setelah beres2 barang bawaan masing-masing, kami stel alarm Hp jam 7 pagi, akhirnya kami tertidur nyenyak, karena memang lelah sekali.


Kami tidur di wisma tamu panti asuhan ini, ya ini memang bukan hotel bintang 5, maka kami maklum jika kamar dan perabotannya, apa adanya.! Kami sudah sepakat untuk datang kesini dan mengisi acara dengan sukarela, kata lain tanpa bayaran, tiket pesawat kamipun ditanggung oleh ibu walikota Manado, hal ini kami lakukan untuk membantu kas Panti Asuhan ini yang saat ini sedang dalam keadaan memprihatinkan, anak-anak asuhan jumlahnya bertambah pesat, tapi donator malah berkurang drastis.


Esok harinya, orang pertama yang terbangun adalah saya sendiri, dengan mengintip dari tirai jendela yang saya singkapkan, saya melihat seorang anak lelaki sekitar umur 12 tahun sedang mengepel lantai dimuka kamar. Saya tersenyum, karena sempat ingat pada anak bungsu saya, karena usia dan perawaknya mirip.


Saya membuka pintu kamar, terdengar suara anak tersebut memberi salam : ‘Selamat pagi mama.!’


Oh, selamat pagi nak.! suara saya tergagap, karena ngak biasa juga, dipanggil mama oleh anak ‘asing’ (maksudnya : bukan anak sendiri)


Tiba-tiba anak tersebut melongok kebawah dari tempat kami berada dilantai 2 dan berteriak : hoiii, mama sudah bangun..!


Saya segera masuk kekamar, dan juga latah berteriak membangunkan teman2 serombongan : hoi mama2 bangun..! anak-anak sudah berteriak tuh….


Tak berapa lama terdengar beberapa kaki menaiki tangga kayu tempat kami berada, dan suara anak perempuan mengetok pintu : Mama, ini ada teh, kopi dan susu.! Apa mama mau dibuatkan atau mau seduh sendiri.?



Ternyata teriakan anak pertama tadi, untuk memberitau anak2 yang bertugas membawakan minuman pagi untuk kami, saat saya keluar kamar dengan segera terdengar sapaan dari 3 anak perempuan usia 12-15 tahun : selamat pagi mama.! Ini minumannya semua ada di meja.


Belum sempat saya berkata-kata, tau-tau salah satu anak perempuan tersebut, kembali berteriak kelantai bawah, demikian suaranya : hoii, cepet donk, mama2 sudah bangun, mana air panasnya.!


Saya melongo..! rasa lelah tadi malam belum hilang benar, walaupun sudah tidur beberapa jam, dan kesadaran sepertinya belum kumpul semua, kepala terasa agak pening. Melihat kejadian demi kejadian ini, saya lebih banyak bengong aja, daripada bereaksi.


tiba-tiba saya terhenyak juga, dengan suara anak lelaki yang lebih besar dari anak-anak yang barusan sudah bertemu, 2 anak lelaki ini membawa 2 ember besar berisi air panas.

Mama, ini air mandinya, disini udara dingin tidak seperti di Jakarta yah, jadi silahkan mandi dengan air hangat ini, kalau airnya kurang, minta lagi aja.!


Dasar cengeng..! demikian guman saya dalam hati, tiba-tiba saya merasa ada air yang meleleh dari mata saya yg masih ngantuk. Duuh saya terharu dengan kejadian dan perbuatan anak-anak ‘orang lain’ ini. Anak sendiri aja belum tentu berbuat seperti ini terhadap saya.


Teman-teman sekamar sekarang semua keluar, mereka menyeduh teh, kopi bawaan anak-anak tadi, dan kami bersyukur dibawakan air panas untuk mandi, karena ternyata benar sekali air di bak yang ada di kamar mandi. Bieeerrrrrrrrrrrr dingin sekali, seperti air es.


Ternyata letak Panti Asuhan ini sangat indah, ada kolam bunga teratai yang luas dan ditengah kolam ada bangunan saung/ perggola yang merupakan perpustakaan untuk anak-anak Panti, dan anak-anak disekitarnya boleh meminjam buku. Ada kebun ‘bumbu’ dapur, seperti pohon kunyit, jahe, dan jeruk purut dan beberapa pohon lagi yang saya tidak tau namanya, ternyata pohon2 ini jika panen dijual anak-anak di pasar. Dan yang mengherankan mengingat Tomohon yang berada di pegunungan, mereka juga memproduksi ikan kering, saya sempat membuka gudang mereka, bau amis menyengat amat sangat, saya liat ikan Roa dan beberapa ikan lain yang sedang dikeringkan.


Akhirnya acara yang kami isi dimulai, kami berkenalan dengan sebagian besar warga kota Tomohon yang hadir dalam acara yang diselenggarakan, ya sebuah kota kecil yang tentram, dan banyak tanaman bunganya, persis seperti kota Cipanas yang terkenal dengan bunga dan buah-buahan.


Tiba saatnya, acara dari anak-anak panti asuhan Nazaret ini tampil, anak-anak yang kecil mungkin sekitar usia balita, mereka menari dan menyanyi dengan lucunya, dan tampil anak-anak seusia anak SD sampai SMP dengan kemahiran mereka bermain alat musik seperti gitar dan suling. Kami dibuat kagum juga, ternyata Panti Asuhan ini ada anak-anak yang bersekolah sampai SMA dan banyak prestasi mereka buat, seperti juara menyanyi, menari dan ahli computer.


Akhir acara ditutup dengan lelehan air mata kami yang tidak tahan, mendengar anak-anak membacakan puisi, meminta maaf atas kehadirannya di dunia ini, dan mendoakan mamanya yang sudah menelantarkan mereka, meninggalkan mereka dalam hidup tanpa belaiannya, dibawah ini sebagian puisi yang mereka bacakan.



Mama, maafkan diriku membuatmu malu


Mama, saya tau kasihmu sepanjang masa.

Mama, saya tau walaupun kelahiranku membuatmu susah dan malu,

Tapi mama akan selalu membawa namaku dalam doa-doamu.


Mama, saya tau kasihmu sepanjang masa.

Mama, dimanapun dirimu berada, saya berharap selalulah ingat diriku.

Aku selalu memohon pada Tuhan, agar engkau selalu dilindungiNya.



Kami meninggalkan anak-anak ini dan berjanji dalam hati, jika kami ada waktu dan kesempatan, kami akan selalu menjenguk mereka yang selalu haus akan belaian dan kasih sayang seorang mama, mereka begitu ingin punya mama, maka mereka memanggil semua ibu yang berkunjung dengan panggilan ‘mama’, mereka semua ingin menunjukan sebagai anak yang pantas disayang dengan berlaku sopan dan mau melayani ‘mama-mama’ yang datang berkunjung menemui mereka.



Kenangan pada pertemuan kedua

Saya coba menegur teman-teman yang terus aja berdebat dan membongkar-bongkar kopernya untuk mengumpulkan apa yang mereka mau bawa : “Hoi cepet tuh, sopir nunggu sudah terlalu lama, ntar kita terlambat hadir dalam acara jamuan makan malam..!”.


Mereka menjawab: Yah, tunggu.. sabar neng.. kita-kita lagi kumpulkan apa yang mau dikasih pada anak-anak disana. Kamu sih mendadak mau kesana, kalau tau dari Jakarta, kita sudah beli barang atau makanan untuk dibagikan.


Saya menjawab : Jangan deh..! kecuali makanan atau barang yang kalian bawa, sudah dihitung baik-baik dan cocok dengan jumlah anak yang akan menerimanya.

Mereka menjawab: Busyet deh kamu bawel banget, ‘kan anak-anak ngak akan protes dan demo kalau ngak kebagian, ya namanya juga dibagi secara suka rela, pasti mereka ngerti donk kalau ngak kebagian.!


Suara saya jadi mulai tinggi nadanya, karena selain terbayang kembali kejadian yang pernah saya alami tahun lalu, juga ada rasa mulai jengkel karena bosen nunggu mereka lama banget : Nyonya-nyonya, saya hanya ingatkan, anak-anak memang ngak seperti masyarakat yang bisa demo kalau tidak kebagian pembagian BLBI atau sembako, karena mereka memang mengerti dan diajar untuk tetap sopan terhadap tamu yang berkunjung, tapi… saya tidak menjamin, kalian mampu melihat mata mereka jika pembagian yang kalian lakukan, habis sebelum semua anak menerimanya.


Ok beres Neng, ayo jalan..! terdengar suara teman-teman saya mengajak pergi. Dan kami berempat melaju menuju kota Tomohon yang sejuk, dibanding kota Menado yang condong lebih panas.


Hari ini, acara kami di Manado bisa selesai dengan cepat, karena peringatan HARI IBU yang diadakan di aula Pemda Kota Manado, dilanjutkan dengan kegiatan ibu-ibu Dharma Wanita sekota Menado untuk menabur bunga ke Makam Pahlawan kota tersebut, untuk mengenang para pahlawan yang dimakamkan disana. Dan kami diberi pilihan untuk tidak mengikuti kegiatan ini.


Dengan adanya selisih waktu 4 jam sebelum kami harus hadir dalam jamuan makan malam yang diadakan ibu Walikota, maka dengan waktu yang mepet tersebut, saya pergi mengunjungi “anak-anak mama” di Tomohon.


Jarak tempuh 1x jalan sekitar 1 jam 30 menit membuat kami tidak bisa berlama-lama disana, demikian keputusan kami, karena jamuan makan malam diadakan jam 19.30. maka kami sepakat bertemu dan membagi ‘oleh-oleh’ ala kadarnya yang dibawa teman-teman saya ini, hal ini kami katakana ala kadarnya, memang kami tidak merencanakan akan menemui anak-anak di Panti Asuhan Nazaret ini. Tapi kerinduan saya melihat mereka, dan memberi sebagian kecil rejeki yang saya terima dari honor sebagai pengisi acara di Manado, membuat saya ingin sekali kesana walaupun waktu sangat mepet.


Akhirnya kami tiba disana, sampai didepan pintu gerbang Panti, saya turun lebih dulu karena dari rombongan kami saat itu, sayalah yang pernah kesini, sementara teman-teman lain baru pertama kali. Saya melihat beberapa anak sedang duduk-duduk di teras, dan anak yang melihat kedatangan saya, berteriak memberitau teman-temannya dengan menyebutkan nama saya.


Saya melongo takjub.. tidak sangka anak-anak tersebut masih mengingat nama saya yang terbilang ‘sulit’ untuk lafal lidah Manado, apalagi anak-anak. Beberapa anak, berlari kearah rumah pendeta Febri (ketua Panti) untuk memberitau kedatangan kami yang tanpa pemberitauan dulu.


Pendeta Febri datang menerima kami dengan senyum ramahnya, dan saya melihat ada rasa bersyukur dimatanya, seolah, dia tau kami selalu ingat akan keberadaan anak-anak disini. Kami segera mengatakan, kedatangan kami hanya sebentar saja untuk temu kangen dengan anak-anak dan ibu Pendeta, dan kami tidak bisa lama karena ada acara yang harus kami hadiri lagi sepulang dari sini.


Teman-teman saya minta diajak melihat bangsal anak-anak, kami diajak melihat berpuluh-puluh anak balita yang ada, juga ada beberapa bayi dibawah usia 1 tahun. Dan anak-anak usia sekolah dasar paling banyak, mencapai hampir seratus orang.


Tiba saatnya kami berpamitan, setelah mengisi buku tamu dan menyelipkan amplop dengan berisi uang yang kami bisa persembahkan dengan jumlah yang sangat sedikit, dibanding kebutuhan dana operasional Panti ini, setelah itu ibu Pendeta memberitau anak-anak untuk berkumpul dan menyanyi 1 atau 2 lagu untuk kami, dan acara perpisahan kami bersalaman dengan antrian anak-anak yang berbaris dengan tertib, disinilah teman-teman saya memberikan ‘oleh-oleh’ berupa premen dan biscuit yang mereka bawa apa adanya karena tanpa persiapan.


Setelah beberapa waktu berjalan, saya melirik dus ‘oleh-oleh’ yang berisi kira-kira kurang dari 10 buah lagi, dan antrian anak-anak yang masih panjang, saya mulai berkeringat dingin, teringat bagaimana pengalaman saya tahun lalu dengan kejadian yang sama ini, saya sudah memperingati teman-teman untuk tidak membagikan ‘oleh-oleh’ jika barang tidak cukup/ sesuai dengan jumlah anak. Tapi seperti saya ceritakan dimuka, teman-teman saya bersikeras tetap mau membawa dan membagikannya.


Saya ambil langkah mundur dari barisan dan pelan-pelan menjauh dari antrian anak-anak yang memberi salam, saya tau apa yang akan terjadi, dan benar sekali… saya lihat dari kejauhan teman saya mengucapkan: “maaf nak, premennya sudah habis, nanti saya akan kirim ya.” Dan anak-anak dengan sopan menjawab: “baik mama, terima kasih”


Saya tau apa yang akan terjadi, sebab hal ini juga pernah terjadi pada saya tahun lalu, dimana saya yang sok membagikan premen fox yang saya bawa beberapa kaleng saja, ternyata isi yang dibagikan tidak memenuhi jumlah anak yang dibagi. Saya tdiak tahan dan sampai sekarang tidak bisa melupakan, tatapan kecewa dari anak yang tidak kebagian, tapi mereka masih tersenyum dan berkata ‘terima kasih mama’


Belum sampai 20 anak-anak yang mengatakan, “baik mama, terimakasih” teman saya yang satu sudah histeris, menangis meraung-raung sambil berkata :”maafkan saya, maafkan saya, jangan pandang saya dengan begitu” dan akhirnya dia mundur dari antrian, dilanjutkan dengan dua orang teman saya lagi yang berusaha tetap tegar menyalami anak-anak yang memberi selamat berpisah, tapi saya lihat keduanya terisak-isak dan wajahnya sudah penuh air mata.


Hal yang kami akui, tidak tahan melihat pandangan mata anak-anak yang tidak kebagian premen/ biskuit, mereka tidak menuntut apalagi marah, tapi mata mereka kecewa..! ini yang kami tidak tahan melihatnya, dan kami tidak tahan bagaimana melihat anak yang kebagian premen harus mengigit menjadi kecil-kecil dan mengeluarkannya dari mulut untuk dibagikan pada teman yang tidak kebagian, hal ini jangan diartikan mereka rakus, hanya sekedar premen/ biskuit sudah kecewa, kami tidak tahan terharu.. karena kesalahan kami yang tdiak membawa barang cukup sesuai jumlah anak, membuat anak-anak ada yang senang karena kebagian, ada yang kecewa karena tidak kebagian. Dan mereka tetap tersenyum mengucapkan terima kasih karena masih ada tamu yang datang menginggat keberadaan mereka di dunia ini..!


Kemanakah kau mama…?

Kenapa kau campakkan anakmu..?


Ini yang terus berkumandang ditelinga kami

Sepanjang perjalanan kembali kehotel berbintang 5 tempat kami mendapat jatah tidur selama di kota Manado, kami terdiam, sekali-kali terdengar isak tangis teman saya yang shock dengan kejadian tadi, dan saat kami harus hadir pada jamuan makan malam yang penuh dengan hidangan, kami tidak merasakan makanan itu enak di lidah kami, bahkan kami merasa perut kami sudah kenyang sekali, yang terbayang anak-anak yang dengan mata polos, memandang penuh syukur pada kami yang datang berkunjung.!



Sekilas tentang panti Asuhan NAZARET - Tomohon


Menurut ibu Pendeta Febri, Panti asuhan ini berdiri sudah cukup lama, dan dirinya sebgai ketua pengurus panti yang ke 10, jumlah anak-anak di Panti sangat cepat bertambah, entah bagaimana, ada saja yang datang membawanya, atau menemukannya di jalanan karena dibuang ibunya, dan ada juga yang ditinggal di Rumah Sakit pada saat dilahirkan, dan pihak Rumah Sakit akan menghubungi Panti Asuhan ini untuk memeliharanya.



Ibu Pendeta ini mengatakan, kami lebih memperhatikan dan segera mengambilnya, terhadap anak-anak terlantar “korban Sex” yaitu anak yang lahir di luar pernikahan, dan anak-anak yang lahir dari wanita tuna susila, juga anak-anak yang orang tuanya bercerai atau dalam proses bercerai, serta bertengkar terus karena salah satu dari mereka punya pasangan lagi dan sebagainya, menurut ibu Pendeta Febri ini, anak-anak ‘korban Sex’ yang kata lain, mereka ada didunia ini karena adanya perbuatan sex orang tuanya.



Foto2 yang saya lampirkan, dimana anak-anak yang terlihat adalah anak-anak usia balita keatas, sementara usia balita kebawah, tidak ikut berfoto karena saat itu, hari mulai malam, anak-anak yang lebih kecil banyak yang harus diurus di bangsalnya. Dan ada tersisip foto sebagian anak Panti Asuhan di Bali, hal ini akan saya tuliskan kisahnya dilain artikel, bagaimana sampai saya bisa bertemu mereka dan saya tetap merindukan bertemu anak-anak panti ini.



Marilah kita mengenang jasa ibu-ibu kita, minimal kita berterima kasih dengan menjadi anak yang selalu mengingatnya, bahwa melalui beliaulah kita datang ke dunia ini.


salam sayang untuk mamaku, dan untuk semua ibu di dunia ini,


L.H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar