Senin, 15 Juni 2009

Krisis Moral, Penghambat Kesuksesan




Krisis Moral Penghambat Kesuksesan
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/05/29/Psikolog/psiko.htm




ditulis : Lianny Hendranata
diterbitkan
Suara Pembaruan edisi 29 Mei 2005



Banyak pendapat yang menyatakan bahwa yang terpenting dari seorang manusia bukanlah otak atau fisiknya. Tetapi, sikap mentalnya yang akan menjadikan dia manusia yang ada gunanya atau hanya sekadar sampah masyarakat. Dengan sikap mental positif, diharapkan bisa menjadikan seseorang mempunyai moral positif yang akan membawa angin segar yang sehat untuk dirinya sebagai manusia, serta lingkungan hidupnya.

Usia suatu negara tidak menjamin bahwa negara tersebut bisa menjadi maju dan masyarakatnya menjadi penduduk yang kaya. Contohnya India dan Mesir, mereka berusia lebih dari 2.000 tahun, toh sampai sekarang tetap menyandang predikat sebagai negara yang berkembang, dan sebagian besar penduduknya masih tergolong miskin. Sementara Singapura dan Selandia Baru, usia negaranya kurang dari 150 tahun dalam membangun diri, toh mereka saat ini menjadi negara yang sangat maju dan masyarakatnya rata-rata kaya.

Apa yang membuat negara lain bisa cepat keluar dari krisis ekonomi yang melanda negara Asia pada tahun 1998 lalu...? Seperti Thailand dan Korea, mereka juga sama dengan Indonesia, terpuruk oleh badai krisis, tetapi mereka sekarang sudah pulih dan bisa kembali berjaya. Tetapi kenapa Indonesia tetap menjadi negara yang terpuruk dengan segala krisisnya. Nah, jawabannya adalah tergantung sikap mental dan moral rakyatnya!


Kualitas Moral

Terlihat jalanan di kota-kota besar, terutama Jakarta, ada banyak pengemis yang meminta sedekah. Rata-rata mereka masih muda usia dan berbadan gemuk, serta terlihat sehat. Tapi karena sikap mentalnya, menjadikan mereka tanpa malu menjadi pengemis.


Lihat negara tetangga kita yaitu Thailand, bersih dari pengemis, bahkan kita melihat beberapa orang tua dengan usia di atas 70 tahun, masih bekerja, walaupun hanya sebagai pengumpul troli di bandara, menjadi petugas pembersih meja di rumah makan, pembersih toilet umum, dan sebagainya. Mereka memilih tetap bekerja, daripada hanya sekadar menjadi peminta sedekah.


Dalam krisis ekonomi yang lalu, banyak perusahaan yang kandas dan beralih tangan ke pemilik asing. Maka perusahaan yang masih bertahan, mau tidak mau, harus bisa mengembangkan sikap mental karyawannya. Kualitas moral seluruh pribadi yang terkait dalam perusahaan itu, mulai dari atasan sampai karyawan yang mempunyai jabatan terendah harus dibina. Dengan sikap mental positif, maka didapat karyawan yang tangguh kepribadiannya, tidak mudah dipengaruhi oleh isu-isu negatif. Tidak pula mudah marah dengan aksi-aksi protes dan melakukan tindakan-tindakan yang akan membuat perusahaan tempat sumber nafkahnya menjadi semakin sakit dan akhirnya mati di tangan karyawannya sendiri.


Saat ini tidak tertutup kemungkinan banyak karyawan berlaku, seperti benalu yang menempel pada pohon induk,. Perlahan tapi pasti, pohon induk menjadi sakit dan akhirnya mati bersama benalu itu sendiri.


Hal tersebut sangat jelas terlihat pada perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Di perusahaan milik negara ini, para karyawan diibaratkan sebagai tiang-tiang yang menjaga tetap tegaknya perusahaan berdiri. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, karyawan justru menggerogoti perusahaan itu sendiri dengan korupsi di segala bidang. Maka jangan heran sekarang banyak BUMN yang merugi dan bangkrut, sehingga terpaksa diobral dan dijual secara sepihak. Pemilik modal asing pun bertepuk riang karena mendapat perusahaan dengan aset besar dan masa depan cerah, tetapi bisa dibeli dengan harga murah.


Dengan sikap mental positif, kita berharap sekelompok orang yang berdiri di bawah bendera perusahaan atau organisasi apa pun, akan mampu menjadi manusia yang berakhlak luhur. Contoh sikap mental dan sikap moral positif adalah bagaimana para karyawan bertingkah laku dalam kesehariannya pada tempatnya bekerja.


Di beberapa perusahaan akan cepat terlihat, bagaimana sikap moral karyawan tercermin dengan kebersihan lingkungan pabrik atau kantornya. Contoh yang paling mudah dilihat adalah perusahaan peninggalan Belanda yang berdiri tahun 1890 di Bandung dengan nama Parc Vaccinogen, yang sekarang berubah nama menjadi Biofarma. Luar biasa didikan yang terus dikembangkan perusahaan tersebut dalam meningkatkan kualitas SDM-nya. Lingkungan pabriknya tertata rapi dan bersih.


Jika seseorang mempunyai sikap mental/sikap moral positif, maka ciri yang mudah dilihat adalah penampilannya. Dia bisa menghargai dirinya sendiri, dengan berpenampilan rapi, bersih, dan berpakaian sesuai dengan tempat dan arena dia berada.


Penampilan yang dimaksud bukan berarti harus necis dan up to date, tetapi tepat waktu menurut situasi dan kondisi. Lingkungan kerja bukan lagi lingkungan sekolah dengan anak-anak yang terpaksa harus patuh dengan peraturan baku, seperti rambut harus terpangkas rapi, kemeja harus dimasukkan, dasi harus dipakai sejak dari rumah, dan sebagainya.


Jika dalam lingkungan sekolah anak-anak tidak mematuhi peraturan sekolah, mereka harus mendapat hukuman. Tetapi dalam lingkungan kerja, kesadaran diri sendirilah yang menjadi parameternya, "Apakah penampilan saya sudah sesuai dengan lingkungan kerja saya?" Nah, di situlah permulaan mental/moral seseorang diolah, baru berlanjut ke bidang lain, tentang bagaimana dia mematuhi peraturan yang tertulis maupun peraturan abstrak yang mengiringi situasi.


Jika pemimpin perusahaan atau organisasi bisa menelaah keadaan lingkungan tempatnya memimpin dan jika dia bisa menomorsatukan pembinaan mental anak buahnya agar mempunyai moral positif, maka tempat kerjanya akan mempunyai lingkungan yang harmonis, berisi manusia yang mempunyai moral dan mental positif. Dengan karyawan yang mempunyai moral dan mental positif, diharapkan perusahaan yang ada sekarang bisa bertahan untuk tetap hidup dan sukses dalam segala bidang yang akan membantu pemulihan perekonomian Indonesia.


salam sukses untuk semua orang,

L.H



Tidak ada komentar:

Posting Komentar