Jumat, 20 November 2009

Stop Kemiskinan dimulai dari diri sendiri

Stop kemiskinan dimulai dari diri sendiri
Jika kita lihat pengunjung pusat-pusat perbelanjaan yang ada di kota-kota besar, terlihat tetap ramai, dan minat belanja dari pengunjung juga sangat bagus, terlebih setelah para pedagang / pengusaha memberikan diskon besar-besaran sebagai magnet penyedot konsumen yang punya nafsu konsumtif yang besar, banyak rangsangan agar orang mau membelanjakan uangnya, termasuk di beberapa mall ada fasilitas 'free parking for ladies'.


Dengan keadaan tersebut, tidak salah jika seorang teman yang tinggal di Belanda, waktu saya ajak ke Mall Kelapa Gading, bilang : "Busyet..., ternyata Indonesia tidaklah semiskin yang Tv Eropa selalu tayangkan.! di Tv kita selalu disuguhkan tayangan tentang orang-orang yang sangat, sangat miskin sampai pakaian dan tubuh mereka koyak-koyak, menyedihkan.!."



Memang benar, banyak sekali NGO dan LSM yang menjual kemiskinan untuk meraih simpatik orang-orang di negara kaya, dan yang saya tidak setuju, mereka (tidak semua) hidup dengan dana yang mereka kelola untuk si miskin papa tersebut, dengan dalih menjadi koordinator dan sebagainya, mereka hidup dan digaji dari uang yang mereka kelola, maka tidaklah heran isu miskin dan penderitaan si miskin harus terus digembar gemborkan agar dana terus mengalir lancar.




Memang negara korupsi seperti Indonesia sangat susah jika kita bicara tentang "uang", dimana uang menjadikan orang gelap mata dan melupakan harga diri dan menggadaikan rasa kemanusiaannya. coba bayangkan, betapa teganya orang yang dipercaya mengelola dana sumbangan untuk korban bencana, terutama bencana tsunami Aceh yang legendaris sebagai bencana alam terbesar memakan korban yang sangat banyak. Disana tikus korupsi banyak yang mendadak kaya.! dimana nurani manusia-manusia ini.?



Hupssss jadi pengap sesak nafas jika membicarakan soal ini. Tapi mau tidak mau kita harus mengakui bahwa manusia bangsa Indonesia (tidak semua lho, karena sayapun ogah makan uang haram), memang 'rakus' dan senang mengambil hak/ milik orang lain.! jadi tidak heran, orang bersusah payah untuk menjadi pejabat, supaya lebih leluasa mengambil uang yang bukan haknya.




Pemiskinan diri

Seorang teman waktu makan di restoran Pizza berceloteh, 'aneh ya, aku bayar pakai uang tunai, malah tidak ada diskon, eh orang yang bayar pakai kartu kredit malah dapat diskon besar, padahal mereka itu 'kan ngutang.!'



Memang serasa tidak adil untuk jadi orang 'miskin' di Indonesia, sudah jelas tidak bisa punya kartu kredit, dan jika belanja atau makan di restoranpun tidak mendapat potongan harga. Sedangkan orang berduit, uangnya semakin bertambah karena selain dapat potongan berupa diskon, masih ditambah poin-poin sebagai uang kembali dari masing-masing kartu kreditnya, yang saat ini berlomba menarik konsumennya secara agresif.



Dampak dari fasilitas kartu kredit yang mengiurkan, dan kemudahan memperolehnya yang tergolong mudah, menjadikan banyak kantor / perusahaan membayar gaji karyawannya langsung via rekening bank dan karyawan membelanjakan uangnya dengan kartu kredit.



Mengejutkan ketika melihat kenyataan beberapa orang teman, sampai dipecat dari pekerjaannya, karena ternyata mereka bermasalah dengan keuangannya, pepatah yang mengatakan 'besar pasak daripada tiang' mereka anut dan jalankan dalam menghamburkan uangnya. Efeknya pembengkakan hutang pada perusahaan tempat bekerja, menjadikan mereka mendapat sanksi berupa teguran, bahkan dipecat dengan tidak terhormat termasuk penyitaan beberapa asset pribadi yang dimiliki, seperti mobil, bahkan rumah tinggal.



Pada tahun 2007 saja, sebagaimana dikutip dari harian "South China Morning Post" yang sudah memberitakan adanya peningkatan pebelanja kompulsif di Hongkong, dimana negara tersebut tercatat sebagai surga belanja, banyak orang bangkrut karena belanja tanpa perhitungan. ini di Hongkong.! bagaimana dengan Indonesia, berapa banyak karyawan yang di pecat karena banyak hutang pada perusahaan dan kerja selalu bolos dengan alasan sakit, karena stress kebanyakan hutang hahaaaa.



Jika bicara soal kemiskinan, yang ada dibenak kita adalah sosok pemulung, anak-anak jalanan yang mengemis di perempatan lampu merah, dan tunawisma yang hidup dibantaran sungai serta kolom jembatan.


Padahal namanya kemiskinan saat ini bukan hanya sosok yang sudah disebutkan dimuka, tetapi beberapa orang yang terlihat kaya dengan mobil dan rumah mewahnya, sebenarnya mereka sedang menuju pada pemiskinan diri.



Kenapa terjadi pemiskinan diri.?, sebab banyak orang yang terlena dengan kemudahan fasilitas 'ngutang' dulu dengan kartu kredit menjadi begitu konsumtif, mereka masuk dalam group shopaholic, yaitu penyakit gila belanja, mulai dari tour keluar negeri yang harganya dua atau tiga kali lipat gajinya sebulan, sampai yang setiap hari harus makan di restoran mewah demi gengsi, belum lagi perawatan salon yang butuh dana besar sebagai penunjang penampilan, padahal dana simpanan untuk kebutuhan mendesak, saldonya nol besar.! dan asuransi kesehatan/ jiwa/ kecelakaan tidak punya.



Selain sebagai penyakit 'gaya hidup' penyakit gila belanja ini banyak pemicunya, diantaranya, Tingkat kecanduan makin parah, ketika mereka berbelanja untuk melupakan kesedihan/ kesepian, misalnya ditinggal suami yang untuk pergi menikah lagi, dan ada yang menderita kecanduan belanja hanya sebagai anjang pamer, seolah dia menjadi orang yang dihagai jika mampu mentraktir teman-teman, memberi hadiah-hadiah dan mencoba menjadi pusat perhatian dengan penghamburan uang. Tipe shopaholic jenis ini mungkin yang paling bahaya, sebab sebetulnya mereka banyak yang tidak kaya, bahkan untuk kebutuhan hidup saja pas-pas'an, tapi demi ego diri maka mereka terperosok menjadi shopaholic.



Memang betul, kaum perempuan lebih banyak yang menjadi shopaholic karena memang perempuan indentik dengan hobi belanja, karena perempuan banyak sekali alasan untuk itu, mulai dari penampilan sampai kebutuhan rumah tangga, tetapi saat ini kaum lelakipun sudah banyak yang manjadi shopaholic, banyak lelaki yang tergila-gila mendekorasi soundsistem dan aksesoris mobilnya, dan membeli peralatan olahraga yang sedang popular, alat elektronik lain yang terkadang tidak sesuai kebutuhan, hanya sekedar ikut teman dan ingin dikatakan mampu dan mengikuti zaman.


kesejahteraan intinya adalah pengaturan diri



Miskin dan kaya tentu relatif tergantung siapa yang mengatakan, ada orang yang merasa tetap miskin walaupun sudah punya rumah gedung dan mobil mewah hanya karena dia belum punya kapal pesiar, ada yang sudah merasa kaya jika sudah mampu makan di warteg 3x sehari dengan ayam/ daging / telur, bukan kuah sayur dan sambal aja.!


Negara kita belum sebagus negara lain dalam mengatur manusia yang tidak mampu mengatur dirinya sendiri, jika kita hidup di negara seperti Belanda, jelas negaranya mampu menyediakan dana bagi rakyatnya yang tidak bekerja, yang mana disebabkan karena sakit atau belum beruntung. Kesehatan dan kesejahteraan sandang pangan sudah terjamin, jadi pemerintahnya sudah mengatur secara konsisten dan terkodinir, maka untuk orang-orang yang tidak mampu mengatur hidup sampai bangkrutpun mereka masih bisa hidup senang. Tetapi bagi yang masih aktif bekerja diharuskan memiliki asuransi lengkap, yang akan menajmin hidup mereka jika terjadi sesuatu.



Bagaimana dengan Indonesia.?, jika kita tidak mampu mengatur hidup kita, maka semua harus dibayar sebagai resiko hidup berupa penderitaan yang harus dialami sendiri, semua harus dibayar sendiri, tidak ada bantuan dari pemerintah, sakit harus bayar, perut harus diisi dan rumah tinggal harus punya, pendidikan anak-anak harus dipenuhi. Maka pemiskinan diri harus dicegah oleh diri sendiri, bukan oleh orang lain.! karena tidak akan ada yang menolong.! negara kita belum mampu untuk mengurus hal ini, jangankan untuk menanggulangi hutang individu rakyatnya yang bangkrut karena gila belanja, untuk kesejahteraan kaum miskin yang benar-benar kelaparan, dan merupakan sebagian besar dari lapisan masyarakat yang ada, pemerintah kita masih kewalahan.


Dalam hal mengelola keuangan, saya selalu menghimbau pada anak-anak sendiri, stop kemiskinan dimulai dari diri sendiri, hiduplah dengan bersyukur dan karena "uang bukanlah hal terpenting dalam hidup ini, Tetapi yang penting-penting dalam hidup butuh uang, bener nggak.? maka sebaiknya jadikan uang sebagai hamba kita yang terkendali untuk menjalankan kepentingan hidup, bukan kita yang diperhamba uang.!"


Salam semangat untuk hidup bersyukur dan berbahagia,

L.H