Kamis, 25 Juni 2009

Kiat Berhubungan yang Menghasilkan Bayi Unggul


diterbitkan KOMPAS.Com 10 januari 2008

http://www.kompas.com/read/xml/2008/01/10/1954096


Emosi atau suasana hati calon orangtua yang sedang melakukan proses pertemuan antara sel sperma dan sel telur (pembuahan), akan memengaruhi kesehatan jasmani dan rohani (EQ, IQ, SQ) anak yang akan dilahirkan kelak. Karena itu, secara tradisional hubungan intim selalu dianggap sakral.


Dalam buku "Meningkatkan & Menyehatkan Seksualitas Pria dan Wanita" penerbit Elexmedia Komputindo, Group Gramedia - Jakarta thn 2005
, Lianny Hendranata bahkan menulis, aliran-aliran spritual seperti Tantra yoga dan Tao menganggap pertemuan sel telur dan sperma bukanlah suatu peristiwa sepele.


Energi yang menentukan kualitas seorang anak dimulai dari pendekatan (masa pacaran) calon ibu dan ayah tersebut, dalam suasana apa dan cuaca yang bagaimana. Energi yang menelungkupi calon orangtua itu harus diperhatikan benar.


Aliran Tao dan Tantra yoga pun memberitahukan beberapa hal seperti :


  • Jangan bertemu untuk berpacaran di tempat yang mempunyai energi buruk seperti tempat maksiat dan tempat kesedihan umumnya seperti kuburan dan sebagainya
  • Jangan melakukan hubungan intim kala terjadi cuaca buruk, seperti angin badai, banyak petir/guntur, dan gempa bumi, juga suasana alam yang negatif lainnya.
  • Setelah selesai melakukan hubungan intim, pasangan diharuskan terus memelihara suasana bahagia di antara mereka. Hindarkan pertengkaran sekecil apa pun.
  • Setelah sang ibu diketahui mengandung, dianjurkan jangan melihat hal-hal buruk. Berusahalah untuk menghindari suasana berduka seperti melayat orang meninggal atau ke pemakaman, menonton film menegangkan seperti pembunuhan atau film perang. Jauhi suasana takut, terkejut, marah.


  • Ibu hamil harus sering melihat warna cerah dan menyenangkan, serta banyak beramal dan berdoa. Sebab, ritual-ritual yang baik seperti berdoa dan melakukan kegiatan sosial mampu merespon energi positif dari alam semesta, yang akan membantu pertumbuhan bayi yang dikandung.

Dalam buku lainnya, "Seksualitas, Tombol Ajaib Menuju kebahagiaan", penerbit Buana Ilmu Popular, Gramedia 2006 Lianny juga bertutur tentang seksualitas sebagai ajang rileksasi dan rekreasi jiwa raga pasangan. Di situ dia menekankan pentingnya untuk bersikap bahagia dan bersyukur begitu seorang calon ibu menyadari dirinya sedang mengandung.


“Kala menyadari diri sudah mengandung walaupun janin baru berusia beberapa hari, sebaiknya segera ubah pola pikir untuk selalu bahagia, bahkan jika kehamilan itu tidak direncanakan (diinginkan),” katanya.


Sikap syukur dan menerima anak yang dikandung tersebut sebagai titipan Tuhan sangat penting. Sudah banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa anak yang merasakan kedatangannya di dunia ini tidak diharapkan orangtuanya, condong tumbuh menjadi anak yang memberontak atau bermasalah.


Jadi, jangan sembarangan hamil kalau tak sanggup berbahagia dan bersyukur karenanya.


selamat mencoba, salam bahagia untuk semua,

L.H



Jumat, 19 Juni 2009

Tetap Mengasihi walaupun Banyak Alasan untuk Membenci


Tetap Mengasihi walaupun Banyak Alasan untuk Membenci

http://www.suarapembaruan.com/News/2007/12/02/Psikolog/psi01.htm
ditulis : lianny Hendranata
diterbitkan Suara Pembaruan 2 Desember 2007

Dengan tubuh menggigil dan air mata mengalir deras, aku berusaha mendekatkan telingaku kemulut Aryanie sahabatku, dan terdengarlah suaranya yang lemah tapi jelas, "Jangan biarkan orang yang kamu cintai menganiaya fisik, apalagi psikismu."


Betapa aku tidak bisa mengerti kenapa sahabat yang dulu menjadi bunga desa, dan sangat pintar serta supel dalam berorganisasi, sekarang terbaring di ICU rumah sakit dengan alat bantu medis untuk mempertahankan hidupnya, dan berpesan seperti yang baru saja kudengar.


Masih jelas dalam ingatan, kala Aryanie menceritakan bagaimana dia sangat mencintai suaminya, apa pun yang dia lakukan untuk menyenangkan sang suami, bahkan dengan temperamennya yang cepat naik darah, sang suami tidak segan-segan melempar apa saja ke muka istrinya, kalau dia menilai hasil pekerjaan sang istri tak disukainya.


Tak jarang, sang suami memakinya perempuan goblok, sok suci, cengeng, tidak tahu diuntung dan masih banyak kata- kata yang selalu memojokan hati Aryanie. Namun, semua hilang tak berbekas, hati Aryanie mampu memaafkan, mampu memaklumi kelakuan sang suami tercinta.


Bahkan, dia bisa mengatakan, "Biasalah lelaki kalau lagi kumat, kita perempuan harus mengerti dan jangan pernah membuat cinta kita luntur karena perlakuannya."


Tapi, hari ini disisa akhir napasnya, Aryanie berpesan, "Jangan biarkan orang yang kamu cintai, menganiaya fisik apalagi psikismu." Ah, Aryanie, kenapa kamu begitu terlambat untuk melaksanakan pesanmu sendiri untuk dirimu sendiri. Aku pun menangis, merasakan penderitaan sahabatku ini.

Kekerasan terhadap pasangan, sudah menjadi kalimat populer, bahkan sekarang banyak aktivis yang membentuk badan yang menangani kasus-kasus demikian, undang-undang pun sudah dibuat. Kini, siapa saja yang mendapat kekerasan dari pasangannya boleh melapor dan mendapat bantuan. Sejumlah kasus memang terkuak dan mendapat penanganan serius, tetapi itu kasus yang terjadi dalam bentuk kekerasan fisik yang ada buktinya, yang bisa terlihat dan divisum.


Bagaimana dengan kasus penganiayaan psikis? Ini tidak bisa dibuktikan, bahkan penerima perlakuan ini sering tidak sadar bahwa dirinya sudah menjadi korban penganiayaan berat, membuat trauma yang dalam pada kejiwaannya. Banyak korban yang menjadi gila terselubung, bahkan menjadi gila dalam arti sebenarnya, sehingga harus dirawat di rumah sakit jiwa.

Tidak sedikit pula yang menjalankan sisa hidupnya menjadi penderita sakit kronis yang mengenaskan. Sebuah survei membukukan bahwa lebih dari setengah tempat tidur rumah sakit di dunia, dihuni oleh orang yang berpenyakit kronis, karena sakit batin.


Sehat Artinya Bahagia

Seorang klien penderita kanker payudara stadium akhir, mengisahkan, sudah sangat terlambat ketika dia menyadari bahwa selama ini membiarkan makian kasar orang yang dicintainya, bahkan kata-kata menyepelekan, merendahkan dirinya, dan semua yang negatif yang distempelkan pada dirinya, adalah sah dan layak dia terima.


Berpuluh tahun menerima semuanya sebagai sesuatu hal yang normal, dan membentuk dirinya menjadi orang yang benar-benar percaya bahwa dia adalah manusia yang layak disakiti, layak dicaci, layak dibuat sebagai tempat pelampiasan marah orang yang sangat dicintainya, dia tetap mengasihi walaupun banyak alasan untuk membenci.


Klien itu mengatakan, dia tidak bisa sadar bahwa dia mendapatkan penganiayan psikis yang berat, dan butuh ditolong! Dia menganggap normal karena dia menilai penganiayaan atau kekerasan hanya diakui kalau dalam bentuk pemukulan fisik.


Bayangkan lebih 15 tahun dia hidup dengan sangat hati-hati untuk berlaku, menyediakan sayur tidak boleh terlalu panas, dan duri ikan harus bersih jangan sampai tertelan orang yang dicintainya, dia begitu ketakutan kehilangan orang yang dicintainya, sampai apa pun dia lakukan untuk membuat senang orang yang dicintainya. Dia minta disayang persis seperti anak kecil yang mencoba meraih kasih sayang orangtuanya dengan membujuk dan melakukan hal-hal yang menyenangkan.


Kenapa kita menjadi sakit? Jawabannya, karena kita tidak bahagia. Dalam keadaan tidak bahagia, semua sistem tubuh kita kacau, sistem imun kita menjadi lemah, dan dengan segala faktor pengiringnya menjadikan kita sangat terpuruk.


Orang yang tidak bahagia banyak sekali bermain dengan pikirannya sendiri, tarik ulur tentang salah menyalahi terjadi dalam alam pikiran, diperparah jika ketidakberdayaan ini tidak mendapat jalan ke luar, seperti berbagi dengan orang lain, atau mampu mengungkapkan (protes) ketidakbahagiaan ini kepada orang yang menjadi penyebabnya.


Atas Nama Cinta

Walaupun banyak di antara kita yang dibutakan cinta, tapi saat menyadari bahwa pasangan Anda seorang yang melakukan kekerasan terhadap Anda, baik itu penganiayaan fisik atau psikis, apa pun alaasannya itu bukanlah cinta! Atas nama cinta, hentikan kebiasaannya menyakiti Anda, apa pun bentuknya! Atas nama cinta, hargai diri Anda sendiri.


Bukan cinta namanya bila orang yang kita cintai tega menyakiti hati dengan kata-kata pedas, atau dengan tinju dan tamparan, bahkan dengan sundutan bara api rokok. Atas nama cinta beranikanlah diri untuk meraih kebahagiaan dan cinta yang benar, yaitu saling menghargai, saling mengerti, dan saling mengasihi.


Kita harus sadar bahwa kita layak dicintai, layak dihargai, dan arti cinta adalah memberi dan menerima kebahagiaan dari orang yang dicintai. Mulailah kita menghargai diri kita sendiri, mulailah kita membangun hargai diri kita dengan mengerjakan hal-hal positif yang baik untuk diri sendiri dan lingkungan. Berhentilah jadi korban yang merasa layak dianiaya psikis dan fisik. Hanya dengan mencintai dan menghargai diri kita, maka orang akan melakukan hal yang sama pada kita.


Penyembuhan ada di tangan kita sendiri. Hilangkan ketakutan, perasaan terancam, serta kelemahan karena merasa tidak berdaya, juga merasa diri salah. Dengan demikian, kita membangun kekuatan diri dan mengobati jiwa kita sendiri untuk kuat meneruskan hidup. Pakailah semua daya kesembuhan, merasakan kasih sayang dengan diri sendiri, dengan sesama, berharmonis dengan alam dan segala bentuk rasa syukur. Buktikan bahwa kekuatan ini ada pada jiwa kita dan pakailah untuk kesehatan dan merasakan keutuhan diri.


salam bahagia untuk orang yang berani mencintai dan membela dirinya,
L.H



Senin, 15 Juni 2009

Krisis Moral, Penghambat Kesuksesan




Krisis Moral Penghambat Kesuksesan
http://www.suarapembaruan.com/News/2005/05/29/Psikolog/psiko.htm




ditulis : Lianny Hendranata
diterbitkan
Suara Pembaruan edisi 29 Mei 2005



Banyak pendapat yang menyatakan bahwa yang terpenting dari seorang manusia bukanlah otak atau fisiknya. Tetapi, sikap mentalnya yang akan menjadikan dia manusia yang ada gunanya atau hanya sekadar sampah masyarakat. Dengan sikap mental positif, diharapkan bisa menjadikan seseorang mempunyai moral positif yang akan membawa angin segar yang sehat untuk dirinya sebagai manusia, serta lingkungan hidupnya.

Usia suatu negara tidak menjamin bahwa negara tersebut bisa menjadi maju dan masyarakatnya menjadi penduduk yang kaya. Contohnya India dan Mesir, mereka berusia lebih dari 2.000 tahun, toh sampai sekarang tetap menyandang predikat sebagai negara yang berkembang, dan sebagian besar penduduknya masih tergolong miskin. Sementara Singapura dan Selandia Baru, usia negaranya kurang dari 150 tahun dalam membangun diri, toh mereka saat ini menjadi negara yang sangat maju dan masyarakatnya rata-rata kaya.

Apa yang membuat negara lain bisa cepat keluar dari krisis ekonomi yang melanda negara Asia pada tahun 1998 lalu...? Seperti Thailand dan Korea, mereka juga sama dengan Indonesia, terpuruk oleh badai krisis, tetapi mereka sekarang sudah pulih dan bisa kembali berjaya. Tetapi kenapa Indonesia tetap menjadi negara yang terpuruk dengan segala krisisnya. Nah, jawabannya adalah tergantung sikap mental dan moral rakyatnya!


Kualitas Moral

Terlihat jalanan di kota-kota besar, terutama Jakarta, ada banyak pengemis yang meminta sedekah. Rata-rata mereka masih muda usia dan berbadan gemuk, serta terlihat sehat. Tapi karena sikap mentalnya, menjadikan mereka tanpa malu menjadi pengemis.


Lihat negara tetangga kita yaitu Thailand, bersih dari pengemis, bahkan kita melihat beberapa orang tua dengan usia di atas 70 tahun, masih bekerja, walaupun hanya sebagai pengumpul troli di bandara, menjadi petugas pembersih meja di rumah makan, pembersih toilet umum, dan sebagainya. Mereka memilih tetap bekerja, daripada hanya sekadar menjadi peminta sedekah.


Dalam krisis ekonomi yang lalu, banyak perusahaan yang kandas dan beralih tangan ke pemilik asing. Maka perusahaan yang masih bertahan, mau tidak mau, harus bisa mengembangkan sikap mental karyawannya. Kualitas moral seluruh pribadi yang terkait dalam perusahaan itu, mulai dari atasan sampai karyawan yang mempunyai jabatan terendah harus dibina. Dengan sikap mental positif, maka didapat karyawan yang tangguh kepribadiannya, tidak mudah dipengaruhi oleh isu-isu negatif. Tidak pula mudah marah dengan aksi-aksi protes dan melakukan tindakan-tindakan yang akan membuat perusahaan tempat sumber nafkahnya menjadi semakin sakit dan akhirnya mati di tangan karyawannya sendiri.


Saat ini tidak tertutup kemungkinan banyak karyawan berlaku, seperti benalu yang menempel pada pohon induk,. Perlahan tapi pasti, pohon induk menjadi sakit dan akhirnya mati bersama benalu itu sendiri.


Hal tersebut sangat jelas terlihat pada perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Di perusahaan milik negara ini, para karyawan diibaratkan sebagai tiang-tiang yang menjaga tetap tegaknya perusahaan berdiri. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya, karyawan justru menggerogoti perusahaan itu sendiri dengan korupsi di segala bidang. Maka jangan heran sekarang banyak BUMN yang merugi dan bangkrut, sehingga terpaksa diobral dan dijual secara sepihak. Pemilik modal asing pun bertepuk riang karena mendapat perusahaan dengan aset besar dan masa depan cerah, tetapi bisa dibeli dengan harga murah.


Dengan sikap mental positif, kita berharap sekelompok orang yang berdiri di bawah bendera perusahaan atau organisasi apa pun, akan mampu menjadi manusia yang berakhlak luhur. Contoh sikap mental dan sikap moral positif adalah bagaimana para karyawan bertingkah laku dalam kesehariannya pada tempatnya bekerja.


Di beberapa perusahaan akan cepat terlihat, bagaimana sikap moral karyawan tercermin dengan kebersihan lingkungan pabrik atau kantornya. Contoh yang paling mudah dilihat adalah perusahaan peninggalan Belanda yang berdiri tahun 1890 di Bandung dengan nama Parc Vaccinogen, yang sekarang berubah nama menjadi Biofarma. Luar biasa didikan yang terus dikembangkan perusahaan tersebut dalam meningkatkan kualitas SDM-nya. Lingkungan pabriknya tertata rapi dan bersih.


Jika seseorang mempunyai sikap mental/sikap moral positif, maka ciri yang mudah dilihat adalah penampilannya. Dia bisa menghargai dirinya sendiri, dengan berpenampilan rapi, bersih, dan berpakaian sesuai dengan tempat dan arena dia berada.


Penampilan yang dimaksud bukan berarti harus necis dan up to date, tetapi tepat waktu menurut situasi dan kondisi. Lingkungan kerja bukan lagi lingkungan sekolah dengan anak-anak yang terpaksa harus patuh dengan peraturan baku, seperti rambut harus terpangkas rapi, kemeja harus dimasukkan, dasi harus dipakai sejak dari rumah, dan sebagainya.


Jika dalam lingkungan sekolah anak-anak tidak mematuhi peraturan sekolah, mereka harus mendapat hukuman. Tetapi dalam lingkungan kerja, kesadaran diri sendirilah yang menjadi parameternya, "Apakah penampilan saya sudah sesuai dengan lingkungan kerja saya?" Nah, di situlah permulaan mental/moral seseorang diolah, baru berlanjut ke bidang lain, tentang bagaimana dia mematuhi peraturan yang tertulis maupun peraturan abstrak yang mengiringi situasi.


Jika pemimpin perusahaan atau organisasi bisa menelaah keadaan lingkungan tempatnya memimpin dan jika dia bisa menomorsatukan pembinaan mental anak buahnya agar mempunyai moral positif, maka tempat kerjanya akan mempunyai lingkungan yang harmonis, berisi manusia yang mempunyai moral dan mental positif. Dengan karyawan yang mempunyai moral dan mental positif, diharapkan perusahaan yang ada sekarang bisa bertahan untuk tetap hidup dan sukses dalam segala bidang yang akan membantu pemulihan perekonomian Indonesia.


salam sukses untuk semua orang,

L.H



Kamis, 04 Juni 2009

Kebahagiaan itu dibuat, bukan dicari

Kebahagiaan itu dibuat, bukan dicari



ditulis oleh : lianny Hendranata

terbit di Suara Pembaruan edisi : 19 November 2006

http://www.suarapembaruan.com/News/2006/11/19/Psikolog/psiko.htm


Jika membicarakan kebahagiaan, tentu kita ingat juga kata cinta. Sebab kebahagiaan identik dengan keberadaan cinta. Kita harus mengetahui diri sendiri, apa yang membuat kita merasa bahagia. Sebab, kebahagiaan harus kita sendiri yang membuat, bukan kita yang mencarinya.


Pabrik kebahagiaan berada di dalam sanubari kita sendiri. Percuma Anda pergi ke ujung dunia untuk mencari kebahagiaan. Kebahagiaan tak akan Anda dapatkan di mana pun, kecuali Anda yang membuat diri sendiri untuk berbahagia di mana pun dan kapan pun.


Faktor yang paling penting untuk membuat kita tetap sehat, sejahtera, dan bahagia, adalah mencintai dan merasa dicintai.


Bersikaplah realitis dan rencanakan sejumlah mukjizat untuk diri sendiri dan merasakan kebahagiaan itu datang dan terjadi pada kita, sebab cinta itu perlu keutuhan tubuh, pikiran, dan jiwa.


Cinta seperti segala sesuatu lainnya adalah sebuah pilihan.

Pada setiap saat dalam perjumpaan dengan orang lain, atau dalam setiap pikiran tentang diri kita sendiri, kita memiliki suatu pilihan: entah untuk menghakimi atau coba untuk mengerti terhadap apa yang sedang dihadapi, yang harus dijalani, dan yang akan direncanakan.


Energi Cinta

Cinta adalah energi. Rasakan energi itu mengalir ke dalam bagian tubuh kita, maka kita merasakan satu kehangatan, kedamaian, dan kebahagiaan, memasuki tubuh dan sanubari.

Dan energi cinta itu tidak harus selalu kita dapatkan dari luar. Justru yang paling manjur adalah cinta yang dihasilkan dari diri kita sendiri.


Dengan mencintai dan jujur pada diri kita sendiri tentang arti cinta, maka kita tidak akan menyia- nyiakan cinta yang sudah ada dan bertumbuh dalam diri kita. Itulah awal pabrik kebahagiaan berproduksi dalam hati.


Sering terjadi pada banyak pasangan yang menyia-nyiakan perasaan cinta, yang tadinya menjadi suatu awal untuk keputusan hidup bersama. Kita sering lengah untuk memelihara cinta tersebut.


Cinta yang dalam adalah dalam bentuk kasih sayang yang bisa kita ibaratkan seperti sebuah otot dalam tubuh kita, semakin dilatih dan dipelihara, maka akan jadi semakin kuat dan semakin bermanfaat untuk melancarkan gerakan dalam hidup.


Pada saat cinta mulai memudar dan perlahan tapi pasti. kasih sayang terhadap pasangan mulai menghilang, maka kita baru sadar bahwa selama ini kita tidak menghargai keberadan cinta pasangan kita.


Di saat kita memiliki penuh, justru kita sia-siakan! Tetapi, di saat kita mulai merasa terancam kehilangan, kita berusaha mati-matian untuk mendapatkan pengakuan bahwa dia harus tetap menjadi milik kita!


Sayangnya, dalam berjuang mempertahankan atau mencoba mengembalikan cinta pasangan, yang banyak terjadi adalah kita tidak kembali merebut cinta dengan cinta. Kita salah langkah, salah bertindak, juga salah mengadaptasikan kembali cinta itu pada keharmonisan hubungan.


Maka, yang terjadi adalah cinta semakin jauh untuk dikembalikan, semakin jauh untuk diraih, karena kita membuat hubungan menjadi semakin membara dengan argumentasi yang mau menang sendiri, dengan amarah yang panas dan membuat cinta menjadi hanya legenda yang pernah ada dalam hubungan sebagai pasangan. Cinta musnah dibakar api amarah dan cemburu.


Mudah Sirna

Kenapa cinta yang membawa kebahagiaan pada pasangan menjadi begitu mudah sirna? Cinta yang demikian cepat pudar dan akhirnya lenyap dimakan waktu, antara lain adalah cinta yang diawali kata “karena” atau kata “kalau”.


Cinta bisa abadi dan penuh toleransi jika sudah melebur dan berubah menjadi cinta dimulai dengan kata “walau” atau “walaupun”.


Contoh cinta yang diawali kata “karena” adalah “Karena kamu cantik, maka aku mencintaimu! ” Kemudian, “Karena kamu seorang direktur, maka saya mencintaimu! ”


Lalu, contoh cinta yang diawali kata “kalau” adalah “Kalau kamu cinta saya, maka kamu seharusnya memenuhi kebutuhan saya!”
atau “Kalau kamu cinta saya, maka kamu selalu memperhatikan saya!”


Nah, bandingkan bunyi kalimat cinta yang diawali kata “walau”.


“Walaupun hidup kita kekurangan, tetapi saya tetap mencintaimu! ”
Begitu juga dengan, “Walau kamu sekarang di-PHK, saya tetap mencintaimu! ” atau “Walau sekarang kulitmu sudah keriput, aku tetap mencintaimu! ”


Banyaknya pasangan yang membekali diri untuk hidup bersama dengan cinta berawalan “karena” dan “kalau”, maka keluhan yang paling sering terdengar dalam ruang konsultasi adalah “serumah, tapi terasa asing” dan “setempat tidur, tapi tidak tertarik lagi”.


Cinta “karena” dan cinta “kalau” mudah pudar dan luntur. Berbeda dengan cinta “walau” yang penuh toleransi, penuh pengertian, bahkan penuh maaf atas apa yang terjadi pada pasangan kita.


Kita mampu berkata, “Walau kamu menyakiti saya, tetapi saya tetap menyayangimu. ”


Pilihan ada pada diri kita sendiri, mau berbahagia ya berusahalah dan berjuanglah dalam membuat kebahagiaan itu di sanubari kita.


Sebab, kebahagiaan itu merupakan energi yang menular. Kita tidak bisa membuat orang di lingkungan kita berbahagia, tanpa diri kita sendiri bahagia.


Bagaimana kita mau membuat orang di sekitar tersenyum, jika kita sendiri tidak mampu tersenyum karena hati penuh energi busuk yang dihasilkan dari amarah, rasa benci, jengkel dan merasa dipermainkan, dan sebagainya?


salam bahagia untuk semua mahkluk didunia ini,

L.H